Menjadi orangtua khusunya baru pertama kali mempunyai buah hati tentu tak terkira bahagianya. Kelahiran buah hati yang sehat telah lama dinanti tapi tugas orangtua tak berhenti disana. Perjalanan panjang justru sedang dimulai. Membekali diri dengan pengetahuan seputar pertumbuhan anak hingga kesehatan anak dan keluarga menjadi penting. Karena lima tahun pertama pertumbuhan buah hati anda adalah masa adaptasi tubuh dengan lingkungannya.
Proses adaptasi tak semulus jalan tol. Lingkungan banyak terdapat virus, kuman dan bakteri yang tak terlihat oleh mata telanjang. Bekal imun anak selain didapat dari ASI, makanan pendamping ASI dan juga imunisasi menjadi sangat penting. Tak jarang tubuh anak tak mampu melawan virus sehingga sering sekali demam. Demam, menurut dr. Purnamawati, SpAk, MMPed., dalam seminar PESAT (Program Edukasi Kesehatan Anak untuk Orangtua) Bali belum lama ini, bukanlah penyakit tapi indikasi sakit. Sehingga yang perlu dicari adalah gejala dan juga penyebab demamnya. Dan, lanjut dokter yang aktif menyelenggarakan kegiatan seminar, radio talkshow dan membina milis sehat ini bahwa demam adalah self limiting desease. Atau gejala yang dapat sembuh dengan sendirinya tanpa obat.
Selain demam, sakit langganan pada anak balita adalah batuk-pilek dan juga diare. Batuk dan pilek, ungkap dr. Wati, adalah mekanisme melawan virus. Sebagai orangtua harus cermat jika saat anak demam diikuti batuk juga pilek, itu merupakan alarm bahwa ada virus masuk ke tubuh anak. Dan sekali lagi, batuk pilek bukan penyakit sehingga tak ada obat yang bisa menyembuhkan batuk pilek. “Sebagai orangtua hendaknya cermat dan segera mencari gejala juga penyebabnya. Baru bertindak sesuai dengan tata laksana pertolongan pertama,”ungkap Mantan staf pengajar di FKUI ini.
Orangtua akan menjadi tambah panic jika buah hatinya diare juga muntah. Kondisi ini merupakan gangguan usus dan lambung sehingga pencernaan terganggu. Jangan panic dulu, beber dr. Wati, berikan oralit sebagai pengganti cairan agar tidak dehidrasi. Diare bukan penyakit, sehingga tak perlu obat. Justru jika diare biarkan saja sampai tuntas jangan diberikan penghenti diare karena racun belum keluar semua. Yang terpenting, lanjutnya adalah menjaga asupan cairan anak. Jika anak masih aktif, mau makan dan minum, orang tua tak perlu khawatir. Yang menjadi catatan adalah jika anak diare berdarah wajib ke dokter.
Saat harus ke dokter bukan untuk berobat tapi untuk menegakkan diagnosa. Jadilah pasien yang bijaksana dan cerdas dalam mengolah informasi dari dokter. Sebelum ke dokter untuk konsultasi, bekali diri dengan kondisi si kecil dan mencari informasi lebih lengkap di web kesehatan terpercaya agar dapat berkomunikasi dua arah dengan dokter. Tanyakan dengan jelas penyakit anak dalam bahasa medis dan juga isi resep jika mendapatkan ‘buah tangan’ setelah keluar dari ruang dokter.
Dengan menjadi pasien yang bijaksana baik dalam menerima informasi dari dokter dan cerdas dalam mengolah informasi tentang sakit anak, keluarga menjadi sehat. Semakin banyak obat yang tidak tepat untuk anak akan semakin berat kerja tubuh anak untuk menerimanya. Salah-salah bukannya anak tambah sehat justru malah tambah sakit karena kerja obat yang berat tak tepat sasaran. Jika masih ragu lebih baik mencari dokter lain untuk melakukan kroscek sebagai second opinion.
“Pilihlah dokter yang bisa diajak komunikasi dua arah, bisa menerima pertanyaan-pertanyaan dan mau menjawab. Tidak marah dengan banyaknya pertanyaan kita. Meskipun kita sudah tau tapi hendaklah tetap menjaga diri agar tidak menyinggung dokter. Belum tentu dokter muda baru lulus tidak mumpuni dibanding dokter senior,”pungkas dr. Wati. (terbit di Koran Renon edisi 55)